Cermin: "Teror di Kantor" Oleh: AP Group

Judul: Teror di Kantor
Oleh: AP Group

Cerita mini bersambung Tema: Gelap

"Din, Lo mau ke mana?" Nia menepuk pundak Dinda dari belakang yang membuatnya sontak tergugup.
"Pu-pulang dong, ini kan udah malem masa mau di kantor terus, sih," kilah Dinda sedikit bergetar.
"Tapi kita lembur hari ini."
"Biarin ah, gue mau pulang pokoknya."

Dinda melangkah pelan-pelan. Tangannya sibuk meraba-raba, mencari jalan keluar dari kantor.

Nia menarik tangan Dinda, "Jangan pulang, nanti pak bos bisa marah!"

"Bodoh, ah! Gue takut gelap, gue takut kalo masih di luar malam-malam gini. Gue anak rumahan sebelum ini. Pokoknya mau pulang!"
(Aisyah Sulaiman)

'Ada yang aneh dengan Dinda. Ruangan ini terang, tapi kenapa dia seperti orang yang berada dalam kegelapan?' Nia membatin seraya menatap intens pada teman satu ruangannya itu.

"Dinda, sini, deh. Aku anterin ke parkiran bawah, pulang aja pakai mobil kantor."

Dinda menegang, sesuatu dalam kata-kata Nia membuatnya seperti mati rasa.

"Pa--parkiran? Nggak usah, Nia. Aku naik taksi aja."

Dinda tampak gugup ketika memencet tombol lift. Keringat dingin mengalir.

"Din?"

Suara-suara serupa bisikan terdengar lirih, lalu perlahan mengeras, hingga hiruk pikuk di pendengaran Dinda.

"Dinda? Din? Kamu ke ...."

Seluruh tubuhnya menegang, sekelebat bayang hadir di ujung ruangan ini. Kepalanya susah diajak kompromi, hingga pelan-pelan menoleh ke arah hal yang tak ingin ia lihat. Ia memejam, kuat-kuat. Hingga di satu titik, sebuah embusan angin tepat mengenai wajahnya, dan ia membuka mata.

"Aaaaaaaahhh!!!"
(Rinjani Magenta)

Tiba-tiba tubuhnya terlempar ke dalam sebuah ruangan yang serba gelap. Bahkan untuk melihat sisi-sisinya pun ia tak sanggup.

Perlahan, seiring semakin terdengar jelas suara-suara aneh itu, muncul sesosok kepala yang menganga dengan liur kian menetes di sekitar mulutnya. Ia semakin dekat, dekat sekali hingga hembusan napasnya yang panas bisa Dinda rasakan.

Keringat dingin mengalir deras dari seluruh tubuh Dinda, air mata mulai ikut keluar hingga tiba-tiba tangan dingin itu menyentuh pundaknya dan ....

"Aaaaaaaa!"
"Din, kamu kenapa sih?"
"Ah Nia, a-aku harus pergi, aku duluan."

Tepat saat itu pintu lift terbuka dan dengan tergesa Dinda meninggalkan Nia yang termangu di pintu lift.
(Marta)

***

Nia terdiam, sekarang hanya dirinya yang masih di sini. Dinda? Barusan pergi entah kemana.

'Apa Dinda kabur karena tidak ingin lembur?' Pikir Nia begitu.

Nia memutar badannya. Seketika tubuh Nia membeku.

"P-pak bos? K-kok ada di sini?" tanya Nia gugup, ralat, terkejut.

Pria yang berpostur tinggi dan gagah itu hanya menatap Nia. Tampak dari sorot mata pria itu seperti kosong. Nia memberanikan diri lagi bertanya.

"P-pak? Bapak perlu sesuatu?"

Pria itu membalas pertanyaan Nia dengan menunjuk ke arah lift. Pikir Nia, pak bosnya itu mungkin ingin turun ke bawah seperti Dinda, mungkin saja.

Nia tersenyum kikuk dan memencet tombol lift. Terbukanya pintu lift, Nia dan pria itu melangkah masuk. Tapi, ketika pintu lift tertutup dan Nia sontak melirik ke belakang pria itu hilang. Seketika lampu lift berkedip-kedip.
(Widad Ardina)

Suasana semakin mencekam, terdengar sebuah suara cekikikan orang yang sangat dekat. Mata Nia berlari ke setiap sudut langit-langit lift, mencari-cari dari mana suara itu berasal.
Nia benar-benar takut, wajahnya memucat, detak jantung terasa lebih cepat. Bahkan keringat dingin pun terus keluar.
Dia pun segera merogoh saku celananya, bermaksud untuk mencari ponselnya.

"Bego, ponsel gue di meja kerja," umpat Nia.

Lalu, ada tangan yang menepuk pundak Nia.

"Nak, boleh saya minta tolong?" bisik sosok itu tepat di telinga Nia.

Spontan Nia menengok ke belakang dengan tubuh yang bergetar.
Betapa terkejutnya Nia, sosok itu berwajah menyeramkan! Ada beberapa sayatan di pipi sebelah kiri sosok itu. Rambutnya terurai dan menutupi wajah sebelah kanan.
Darah bercucuran dari kepalanya. Tak hanya itu, tangan kanan sosok itu hanya sepotong, sementara tangan kirinya memiliki ukuran yang amat panjang.

"Si ... Siapa kamu?" Nia memberanikan diri bertanya.
(Imas Pupu)

"Kasih tahu nggak ya, hi hi hi."

Hah?

Nia spontan mengangkat kedua alisnya. Ia bingung dengan apa yang dikatakan sosok menyeramkan itu.

Apakah ini yang namanya hantu jaman now?

Braaak!

Lift tiba-tiba berhenti. Nia bingung sekaligus ketakutan. Apa yang terjadi? Nia mencoba membuka pintu lift, namun semua hanya sia-sia. Pintu tidak bisa dibuka.

"He-hei! Kenapa kau masih ada di sini!" ujar Nia dengan suara bergetar.

Sosok itu tetap diam. Ia mengangkat satu tangan buntungnya.

"Bantuin gue ngupil. Tangan gue gak nyampe," ucap hantu tersebut dengan suara mengerikan.

Nia sudah tidak tahan lagi. Kepalanya begitu pusing efek lampu lift yang berkedip-kedip dan bau busuk dari makhluk tersebut. Nia mencoba mencari jalan keluarnya sampai tiba-tiba lampu lift mati.

GELAP!

Nia tak mampu bergerak. Sekujur tubuhnya membeku!
(Yuliawanti Dewi)

***

Nia terbangun setelah lama jatuh pingsan, ia mencoba berdiri, tetapi otot-otot kakinya terasa lemas. Nia celingukan mencari sosok berwajah seram tadi. Akan tetapi dia tidak menemukan sosok seram itu.

Tanpa sepengetahuan Nia, ada sebuah tangan muncul dari bawah lantai lift tangan itu memegang kaki Nia erat. Nia terkejut! Badan Nia juga mengigil menahan rasa takut. Dia mencoba menarik kakinya, akan tetapi cengkramannya semakin kuat.

"LEPASKAN!" teriak Nia, akan tetapi tangan itu justru menarik kakinya Hingga Nia terjatuh.

"TOLONGGGGG!" Nia mencoba berteriak meminta tolong. Nia meringis kesakitan ketika, tangan itu mencakar pergelangan kakinya.
(Devi Putri)

"Lepaskan! Hiks," Nia menangis, "Apa mau mu?" bentak Nia gugup.

Hantu itu tersenyum sambil memperlihatkan giginya yang kuning, sepertinya dia sudah lama tak gosok gigi.

"Aku menyukaimu."
"Hah? apa?" Nia kaget .
"Ya, aku menyukaimu. Jika kau tak ingin aku menyakitimu, maka terimalah cintaku".
"KAU GILAA!!" seru Nia. Dia tak percaya kalau gadis seperti dirinya bisa disukai oleh hantu, mana dia bau lagi, giginya aja kuning. Sungguh penderitaan hidup Nia kian bertambah saja.
(Abdul Gofur)

Baru saja Nia berkedip, hantu itu telah menghilang dari pandangan matanya. Namun, kini punggung Nia terasa berat, seperti ada beban yang ditaruh di atas punggungnya.

Keadaan masih mencekam, tiba-tiba lift terbuka, tapi aneh kini ia malah berada di lantai 8.
Dan lift itu pun mati, lorong sudah tampak gelap.

Lalu ia melihat sekelebat sosok yang berjalan di lorong itu.

"Itu seperti Dinda," batin Nia.
"Dinnnnn, tunggu ... tolong aku."

Dalam keadaan lemas Nia berlari mengejar sosok tadi dan ia tersandung sesuatu.
Nia terjatuh, dan ketika ia melihat apa yang membuatnya terjatuh Nia benar-benar shock.
Rupanya ia tersandung sebuah kepala botak dengan beberapa helai rambut dengan wajah pucat.

Saat Nia benar-benar shock, ia dibuat kaget oleh sesuatu yang membuatnya terbangun.

"SELAMAT ULANG TAHUNN ... SELAMAT ULANG TAHUNNN!"

Semua seperti mimpi. Mimpi yang begitu nyata, kemudian...
(Kibo)

Nia menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tidak, hari ini bukan hari ulang tahun gue. Hari ini justru ulang tahun pak bos pimred di kantor kita."

Nia memekik dengan suara delapan oktaf lebih tinggi dari suara Tarzan.

Suasana semakin sangat mencekam dan menakutkan, Nia teringat nasihat guru ngajinya.

"Kalau kita bertemu hantu, kamu harus segera membaca doa."

Sambil menundukkan wajah dan tangan agak terangkat ke atas, Nia membaca doa yang selalu ia ajarkan pada adiknya si Embul.

"Allahumma baarik llanaa fima razaqtanaa waqinaa adza bannaar."

Sepotong tangan, sesosok bayangan hantu yang doyan ngupil dan sebuah kepala botak yang dari tadi berteriak
'Selamat ulang tahun' Mendadak lenyap seketika.

Cliiingg!

"Dasar hantu zaman now, baru denger doa makan saja langsung kabur."

Lalu dengan tubuh yang masih oleng Nia merapikan seragam kantornya yang sudah mulai berantakan.

"Dindaaa, di mana kau?"
"Yuuuhuuu, Dinda di mana kau berada, rindu aku ingin jumpa?"

Nia mencari Dinda disekitar parkiran mobil.
Ia berjalan menuju mobil Daewoo miliknya.
Dengan menghela napas Nia mengingat kembali kejadian yang baru saja dialaminya.

"Apa bayangan yang doyan ngupil, tangan misterius di dalam lift, serta kepala setengah botak itu ulah dari Pimred gue?" gumam Nia

"Hmm, sebaiknya gue kembali aja masuk ke dalam kantor."

"Gue harus selidiki ruang redaksi, di mana pak bos yang kadang berlagak ganteng itu menghabiskan seharian waktunya bekerja."

Nia menuju kantor dengan menggunakan tangga darurat. Ia sudah trauma dengan keberadaan hantu di lift.
Saat menaiki tangga, dengan tidak sengaja Nia melihat sesosok anak kecil diujung tangga.
Anak itu tersenyum manis ke arah Nia sambil memberikan tangannya ingin berkenalan.

Sangking manisnya anak itu, membuat Nia seperti terhipnotis berlari ke arahnya dengan tawa keceriaan dan mata yang berbinar binar.

"Lucunya.... Ahahahaha...."

Tunggu!
Nia berhenti berlari, sial! Nia baru sadar. Hampir saja dia terbawa suasana. Ditipu oleh makhluk kampret yang ingin mengerjainya.
Tampang anak kecil itu tak asing lagi baginya.
Nia pernah melihat wajah anak kecil itu di ruangan pak bos.

Bagaimana mungkin anak ini ada di tangga darurat.
Kecurigaan Nia semakin kuat bahwa Pimrednya adalah dalang dari semua teror ditengah kegelapan.

Apakah kecurigaan Nia benar?
(Sherina Asyilla)

Sekonyong-konyong Nia melihat satu sosok lagi di ujung tangga. Kali ini sosok dengan badan tegap tubuh tinggi. Ternyata tak lain, dan tak bukan ia adalah Pak Bos yang Nia duga dalang dari semua keisengan ini.

"Pak Bos? Bapakkah itu?" Dengan suara agak bergetar karena masih mengingat rentetan kejadian aneh yang ia alami, Nia mencoba memanggil bosnya itu.

Sosok yang dipanggil semakin lama semakin mempercepat jalannya menuju Nia.

"Loh, Nia? Kok kamu belum pulang?" kata Pak Bos ketika sudah sampai di hadapan Nia. Ia menyapa Nia tapi matanya mengarah ke anak kecil di samping Nia itu.

"Lah, tadi Pak Bos SMS suruh saya sama Dinda lembur, kan? Katanya ada berkas yang mau Bapak kirim e-mail?" Nia terheran dengan sikap Pak Bosnya satu itu.

"Hah? Saya nggak SMS kamu, kok. Lagipula, kenapa Sherin bisa sama kamu di sini?"

Begitu ia mendegar nama Sherin disebutkan, Nia ingat bahwa anah itu adalah keponakan Pak Bos yang tempo hari ia lihat di ruang kerja Pak Bos.

"Mana saya tahu, Pak. Anak ini tiba-tiba saja sudah ada di tangga sini, " jawab Nia jujur.

Seketika Pak Bos menarik tangan Sherin, "Ah, kamu ini ngilang mulu, sih. Bahaya, tahu. Kalau Om dimarahin mama kamu gimana?"

Sherin malah cengengesan. Tapi sekilas, sudut matanya melirik tajam ke arah Nia.

"Ya udah, Nia. Sekarang kamu pulang aja. Sudah malam. Saya juga mau pulang, tapi tiba-tiba anak ini kabur. Kalau begitu, sudah ya. Kamu sama Dinda hati-hati pulangnya. Assalamu'alaikum," ujar Pak Bos menggandeng tangan Sherin. Diajaknya Sherin menuruni tangga yang masih gelap.

Mereka benar-benar pergi. Meninggalkan Nia dengan seribu tanya di kepala.

Tapi, tunggu. Ada yang ia lupakan. Lalu siapa yang meng-SMS dirinya memakai nomor Pak Bos? Lagipula, di mana Dinda sekarang?

 'Ah, kejadian malam ini sungguh membingungkan' batin Nia.

Tak lama kemudian, ia sudah menaiki tangga menuju ruang kerja untuk mengambil tasnya, berniat pulang, dan berusaha melupakan semuanya.

Namun, tiba-tiba ....
(Tsamarata)

Tullallit tullallit
Ponsel Nia berbunyi dengan nyaring, ternyata dari Dinda sahabat kental manisnya yang tadi tercecer di dalam lift.

"Hallo Din, kamu di mana?"
"Aku ada di lobby kantor, buruan ke sini," suara Dinda terdengar gemetar.

Tanpa pikir panjang Nia berlari menuju lobby kantor.
Di lobby kantor
Nia langsung memeluk Dinda. Tak lupa mereka cipika-cipiki seperti orang baru di tinggalkan pergi ke tanah suci.
Sudah dua jam lebih hantu-hantu itu meneror mereka tak henti-hentinya.
Semua disajikan dalam banyak gradasi.
Dari hantu bergigi kuning, wajah menyeramkan yang tak bisa ngupil lagi, bahkan hantu berkepala botak saat mengucapkan selamat ulang tahun suaranya mirip vokalis Guns n' Roses.

"Din, tadi gue ketemu keponakan Pak Lee Mhin Hyuk di tangga darurat."
"Lee Mhin Hyuk?" Dinda mengernyitkan dahinya.
"Huuffs, hampir keceplosan," gumam Nia.

Lee Mhin Hyuk adalah nama unik yang ia berikan untuk pak bos sebagai ayang embebs dan pimpinan redaksi majalah Squidward Tentacle, tempat di mana ia bekerja.
Diam-diam Nia selalu membawa wajah bosnya yang unyu-unyu itu kedalam mimpi.

"Hooii, ngelamun bae, ayoo kita pulang."
Dinda menepuk pipi Nia.

Mereka pun menuju area parkiran.
Di dalam mobil Nia masih memikirkan
masalah SMS yang ternyata bukan dikirim oleh pak bos.
Tentang kehadiran gadis kecil bernama Sherin, tatapan matanya yang misterius membuat Nia ingin mengajak keponakan si bos itu untuk adu gulat.
Hilangnya Dinda secara misterius disaat situasi mencekam.
Nia melirik kearah Dinda yang asyik memainkan ponselnya.
Sekilas Nia melihat foto wajah Pimrednya di aplikasi WA Dinda.
Apa mungkin Dinda punya hubungan dengan Pak bos Lee Mhin Hyuk?
Sehingga mereka berdua berkolaborasi, menciptakan teror-teror mengerikan.

"Auu aah, gelap."
(Achikochi)

Dinda menengok teman sekantornya sejenak, "Apanya yang gelap, Nia?"

"Eh ... Itu, anu, kenapa parkirannya gelap, ya?" jawab Nia sekenanya.

"Oh," ucap Dinda sembari menyetater mobilnya dan meninggalkan area parkir.

Saat mobil Dinda melewati gerbang perusahaan, Nia tidak sengaja melihat kaca spion, dan ia melihat sosok Sherin di belakang mobil. Tapi aneh, saat ia berbalik dan melihat dari kaca belakang, ia tak melihat apa- apa.

Bulu kuduknya meremang, namun ia penasaran.

Tanpa sepengetahuan Nia, Dinda menyeringai di sebelahnya.

***

Semua karyawan dan karyawati perusahaan berkumpul di lantai bawah tidak seperti biasanya. Sedang para polisi memasang batas dan berdiri menghalau kalau-kalau ada orang yang berani menerobos garis polisi.

Pagi ini Nia naik taxi karena sahabatnya, Dinda tidak menjawab teleponnya. Biasanya ia akan berangkat bersama.

Saat sampai di depan perusahaan, ia kaget kenapa banyak orang di dalam. Juga banyak orang berseragam polisi lalu lalang.
Ia segera masuk dan mencari tahu apa yang sedang terjadi sampai ada banyak polisi di perusahaan tempat ia bekerja.
(Dian Kartina)

Nia berlari masuk melewati loby, lalu menaiki tangga tapi turun lagi, lantaran dia lupa kalau di loby ada lift. Akhirnya dia pun naik lift.
Tubuhnya panas dingin. Panas, karena habis lari-larian dan gerah. Dingin, karena di lift AC-nya nyala. Panik dia terbayang sesuatu yang buruk, takut dimarahi Bos karena semalam kerja lemburnya tidak benar. Pokoknya pikiran Nia pusinggggg.
(Sgpd)

Nia mengecek saku celananya "Hm ... mana ya, perasaan aku bawa deh. Ha ini dia." Nia mengeluarkan sebuah frescare karena pusingnya bertambah.

"Nia!" Seseorang berteriak.

Nia reflek berbalik badan, tak lupa dengan gaya khas kungfu panda yang belum menjadi master naga.

"Ciaattt!! E-eh Bos, ada apa ini?"
"Kamu jago kungfu? Kok nggak bilang? Kan aku bisa belajar sama kamu Nia. Aku udah belajar dari SMP tapi nggak bisa."
" ... "

'Minta dibunuh ni orang' Sreeeekkk!!! Nia mengeluarkan pedangnya yang entah dia dapatkan dari mana. Nia memotong lidah sang bos yang di sukainya itu.

"Oh, sungguh miris nasibmu, Nak. Wahahahahah!"

Mana si kecil menyebalkan itu?

Siapakah penjahat yang sesungguhnya di sini?
(Ojan)

"Nia, helloooo!" Tangan Pak Bos melambai di muka Nia.

Nia tergagap. Malunya bukan main. Bagaimana mungkin dia melamun membunuh bosnya yang super ganteng ini. Mungkin otaknya rada bergeser karena rentetan teror tadi malam. Tiba-tiba dia teringat sesuatu.

"Oh, Pak. Kenapa ada banyak polisi di sini? Ada kejadian apa?"

"Nia ... " Pak bos meliriknya sedih, "Dinda ditemukan meninggal di lobby kantor."

"Apaaa?" Tubuh Nia membentur dinding lift. Kakinya goyah. Beruntung pak bos bergerak cepat hingga tubuhnya tidak sempat menyentuh lantai lift yang dingin.

"Ti ... tidak mungkin, Pak. Tidak mungkin. Tadi malam dia pulang bersamaku. Tidak mungkin, Pak!" Nia menatap pak bos dengan linangan air matanya.

Sementara pak bos hanya memandangnya heran, "Itu tidak mungkin, Nia. Polisi mengatakan jam kematian Dinda tepat saat jam pulang kantor."

"APA?"
(Widi)

Air mata Nia berlinang ketika mengetahui kabar kalau sahabatnya meninggal, ia tak berdaya dan seketika pingsan.

Tiba-tiba ada Seorang Ninja datang dan dengan cepat menyambar tubuh Nia dan membawanya dengan cepat.
Ia melewati atap-atap rumah dengan gerakannya yang gesit. Kecepatan cahaya!

'Aku harus cepat, sebelum Dinda kehabisan darah,' pikir Si Ninja.

"Ah, aku sudah dekat dengan portal itu, baiklah."

Si ninja berhenti sejenak dan mengambil napas, kemudian dengan konsentrasi dia mengupkan mantra.

"Chincinapokai chinnikopokopi kopoi oyo oyo."

Cahaya langit begitu terang terpancar dan muncullah portal yang bisa mengantarkan mereka ke dimensi lain untuk bertemu Dinda.
(Aurum)

Sampai di dimensi lain, dia pun sampai di tempat Dinda berada.
Namun sayangnya dia tidak bisa keluar dari dalam dimensi tersebut karena dia lupa akan mantra yg ia buat sendiri, dan dia bingung sampai suatu ketika keajaiban pun muncul.
(Masykoer)

Sebuah pintu berwarna pink dengan bermandikan cahaya muncul di depan mereka.

Tapi, tunggu ....

Nia masih belum sadarkan diri. Ninja yang di ketahui bernama Hatori itu segera merapal jutsu penyembuhan mendadak yang bisa menyembuhkan segala macam masalah.

Dengan tergesa-gesa ia segera merapal, "Kentut Ujan no jutsu."

Teeeeeeetew

Aroma wangi khas angin dalam diri menyeruak di dalam portal. Benar saja, jutsu penyembuhan itu benar-benar ampuh!

Nia langsung sadar dan segera bangkit. Dirinya berlari ke arah Dinda yang napasnya mulai habis akibat wangi yang disebarkan ninja hatori.

"Din, Din! Astaga! Kau berdarah!"
"U-uu-udah ... Ta-tau nanya."
"A-apa kau mau nanya apa?" tanya Nia dengan polosnya.

Dinda menggeleng sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Dari tatapannya, ia ingin sekali me-nyleding Nia sampai benua Antartika.

Namun, seketika pandangannya berubah. Pandangan itu ... Pandangan ketakutan akan sesuatu makhluk astral.

"Ni-ni-ni-a, aaaaa ..."
(Yuliawanti)

Dinda sedikit tertolong dengan kehadiran Nia, sahabatnya. Dengan sigap Nia menolong Dinda dan entah kenapa sekujur tubuh Dinda mulai terasa ringan.

"Din ... Tolong bertahanlah!" ucap Nia sambil menitikkan air matanya.

Dan karena air matanya Nia-lah Dinda kembali menjadi manusia seutuhnya. Tapi sekali lagi, makhluk menyeramkan berkumpul mengelilingi mereka.

"Kalian tidak bisa lari, hihihi."

Tiba-tiba seorang pria tampan muncul sambil membawa pedang.

"Kalian enyahlah!"

Stretttt

Para makhluk menyeramkan itu pun hilang seperti debu yang diembuskan angin.

"Kalian tidak apa-apa, 'kan?" tanya pria itu.
"Ya," jawab Dinda dan Nia.
"Hei! Kalian bertiga cepatlah kemari! Portal ini akan tertutup dan kita akan kembali di dunia nyata lagi!" teriak ninja hitori.

Mereka pun berlari ke arah portal dan dalam hitungan detik Nia dan Dinda pun sudah berada di tempat semula.

Kejadian tersebut seperti mimpi. Tenyata Dinda dan Nia terlelap. Mereka pun bangun.

"Hua ternyata kita tertidur, Nia."
(Widad)

-Tamat-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Cinta - Rahwana Butuh Karena, Tapi Aku Tidak!

Puisi Hujan - Pertemuan Antara Hujan Dan Senja di Tamu Undangan

Puisi Kematian - Al-Fatehah Dari Sang Penjemput Kematian